h1

Dipanggang dalam oven

October 21, 2008

Sudah sekitar satu bulan aku menjalani hidup di kota terpanas di alam semesta, Surabaya. Aku menempati sebuah kamar kost yang kebetulan letaknya berada di dekat kantor tempatku bekerja. Kostku termasuk yang paling murah di daerah sekitarnya. Ya, memang dari semula aku memang berniat mencari kost yang murah agar bisa menghemat dan bisa menabung sebanyak-banyaknya dari gaji yang kuterima. Meski murah namun bisa dibilang lumayan, tidak terlalu sempit, pas jika untuk dihuni satu orang. Ada televisi untuk ditonton bersama di koridor yang juga tempat berkumpul para penghuni kost. Koridor yang luas membuat sirkulasi udara keluar masuk kamar bagus sehingga kami tidak kekurangan udara dan pengap. Kamar mandi juga terbilang bersih, kami belum pernah kehabisan air disini dan yah…semoga saja tidak terjadi 🙂 .

Namun dari segala kebaikan, harga yang murah, fasilitas yang standard, ada satu kekurangannya. Ya, panas. Kamarku panas sekali terutama kalau malam hari tiba. Mulanya aku berpikir untuk membeli karpet meteran buat melengkapi kamarku, namun niat itu kubatalkan karena ternyata lantai kamar sudah terasa hangat. Hmm…baru kali ini aku menemui lantai yang hangat, seolah-olah dibalik lantai ini telah terpasang penghangat. Waktu malam tiba, seringkali aku tidur di lantai karena meski hangat namun lebih sejuk dibandingkan dengan kasur. Ada sebuah kipas listrik yang selalu menyala ketika aku berada didalam kamar. Kipas ini satu-satunya sahabatku dalam mengusir hawa panas yang, meskipun angin yang dihembuskannya pun terasa hangat. Tapi mau bagaimana lagi, untuk memasang sebuah Air Conditioner tentunya akan ribet belum lagi biaya tambahan listrik yang harus kukeluarkan.

Pernah aku lupa meletakkan sepotong celana pendek yang basah karena habis kupakai dari kamar mandi di sandaran kursi ketika akan berangkat bekerja. Sorenya waktu aku pulang, ternyata celana itu telah kering. Sangat kering, seolah pernah dijemur dibawah terik siang matahari. Padahal kamarku tidak ada kontak langsung dengan matahari. Aku tidak heran, dengan hawa bagaikan didalam oven ini, memang sudah seharusnya celana itu kering dengan sendirinya.

Meski begitu aku bersyukur, kamar ini cukup nyaman dan aku masih bisa bertahan dengan masalah suhu. Pun begitu aku jarang berada di kamar. 70% waktuku habis di berada di kantor dan terkadang lembur. Setidaknya ini sudah cukup. Nilai plusnya, aku jadi selalu diingatkan bahwa aku ini sedang berada di Surabaya, kota terbesar kedua setelah Jakarta di Jawa (atau bahkan di Indonesia? well aku lupa..tapi sudahlah…yg jelas Surabaya bukan kota yang kecil…dan tentu saja, bukan kota yang dingin 😀 )

2 comments

  1. Wah, sama juga kak, di sini juga panas, tapi memang bumi kita ini suhunya lagi naik…

    Kalau pingin dingin, bobo di kamar mandi ja kak, atau masuk kulkas, di jamin adem dech.., hehehe


  2. waduhhh masa bobo di kamar mandi…
    sama aja disana jg panas…mana basah lagi 😀



Leave a comment